BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara garis besar, proses terjadinya
pendidikan bersumber kepada dua hal yaitu Guru sebagai pendidik dan pengajar
serta Anak didik yang menerima pendidikan itu sendiri. Dalam masa-masa usia
sekolah dasar guru ditugaskan untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian
anak didiknya, seperti keadaan keluarga, taraf sosial ekonomi, budaya dan
lingkungan sekitar serta watak dan sifat anak didiknya serta guru juga harus
memahami keberadaan setiap individu anak sebagai wujud yang utuh, menangani
setiap permasalahan yang muncul dari diri anak dalam peristiwa belajar melalui
pendekatan psikologi.
Masa usia sekolah dasar adalah masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia
sebelas tahun atau dua belas tahun. Pada masa ini walaupun anak-anak
membutuhkan keseimbangan antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang
dapat mereka raih, namun perasaan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa
mereka berperasaan negatif terhadap dirinya sendiri, sehingga mengahambat
mereka dalam belajar. Walaupun demikian tetap saja pada masa usia sekolah dasar
secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan
sesudahnya.
Dan masa usia sekolah dasar umumnya pada
masa-masa kelas rendah anak-anak belum dituntut untuk berfikir logis. Karena
pada masa ini guru harus memahami semua karakteristik anak didiknya yang masih
senang untuk bermain. Dunia bermain sangat berpengaruh besar terhadap
perkembangan anak. Karena bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk
berfikir dan berimajinatif serta penuh daya akal yang erat hubungannya dengan
perkembangan kreatifitas anak.
Pada pembahasan kali ini penulis akan membahas
kesulitan siswa kelas IV Sekolah Dasar dalam pembelajaran Matematika. Serta
membahasas peranan Guru dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada saat
pembelajaran Matematika. Oleh karena itu, Guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan
pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan
hal-hal yang ada dilingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi
pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak. Selain
itu guru juga dituntut agar dapat mengatasi berbagai permasalahan yang muncul
pada proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja kusulitan siswa kelas IV dalam proses pembelajaran Matetamatika?
2. Bagaiman
cara guru mengatasi kesulitan yang timbul pada siswa dalam proses pembelajaran
Matematika?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahiu kesulitan siswa kelas IV dalam proses pembelajaran Matematika.
2. Untuk
mengetahui cara guru dalam mengatasi kesulitan yang timbul pada siswa dalam
proses pembelajaran Matematika.
D.
Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data adalah menggunakan Angket dan
wawancara. Dalam penelitian ini observasi ditujukan kepada siswa kelas IV MI
Darussalam yang mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran Matematika. Serta
peranan guru dalam mengatasi kesulitan belajar Matematika pada siswa kelas II
MI Darussalam.
BAB
II
LANDASAN
TEORISTIK
A.
Pengertian
Umum
Psikologi
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang terus berkembang dan dipelajari adalah
psikologi. Psikologi berasal dari kata Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa,
dan “logos” yang artinya adalah ilmu pengetahuan.[1] Jadi
secara etimologi, psikologi adalah ilmu yang membahas segala sesuatu tentang
jiwa, baik gejalanya, proses terjadinya, maupun latar belakang kejadian
tersebut.
Psikologi
belajar menurut W.S Winkel dalam bukunya “Psikologi Pendidikan dan Evaluasi
Belajar” menyatakan bahwa psikologi pendidikan adalah salah satu cabang dari
psikologi praktis yang mempelajari prasarat-prasarat (fakta-fakta) bagi belajar
disekolah berbagai jenis belajar dan fase-fase dalam semua proses belajar.
Dalam hal ini, kajian psikologi pendidikan sama dengan Psikologi Belajar.[2]
Tujuan
mempelajari psikologi belajar, antara lain; untuk membantu para guru dan calon
guru, agar menjadi lebih bijaksana dalam usahanya membimbing murid dalam proses
belajar, dan agar para guru dan calon guru dapat menciptakan suatu system
pendidikan yang efisien dan efektif dengan jalan mempelajari, menganalisis
tingkah laku murid dalam proses pendidikan untuk kemudian mengarahkan
proses-proses pendidikan yang berlangsung guna meningkatkan kearah yang lebih
baik.
Fungsi
Psikologi Belajar dalam pembelajaran menurut Gege dan Berliner (2005: 6-8),
Psikologi Belajar memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk menjelaskan,
memprediksikan, mengontrol fenomena (dalam kegiatan belajar mengajar), dan
dalam pengertiannya sebagai ilmu terapan juga memiliki fungsi merekomendasikan.[3]
Secara
umum manfaat dan kegunaan Psikologi Belajar menurut Muhibinsyah (2003 : 18)
bahwa Psikologi Belajar merupakan alat bantu yang penting bagi penyelenggara
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Psikologi Belajar dapat
dijadikan landasan berfikir dan bertindak bagi guru, konselor, dan juga tenaga
professional kependidikan lainnya dalam mengelola proses pembelajaran.
Sedangkan proses pembelajaran tersebut adalah unsure utama dalam pelaksanaan
setiap system pendidikan. Manfaat dan kegunaan Psikologi Belajar juga membantu
untuk memahami karakteristik murid, apakah termasuk anak yang lambat belajar
atau yang cepat belajar, dengan mengetahui karakteristik ini diharapkan guru
dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran secara optimal.[4]
B. Masa-masa Perkembangan
Para ahli
psikologi membagi-bagi masa perkembangan itu menurut pendapat yang berbeda-beda
dengan mempergunakan dasar-dasar pemikiran yang berlainan.
1.
Pembagian
Aristoteles
Aristoteles
(384-322 sebelum Masehi) adalah seorangdari tiga ahli filsafat dan pendidik
kenamaan bangsa Yunani pada zamannya. Menurut Aristoteles ada tiga masa
perkembangan, yaitu :
a. Periode anak kecil
(kleuter), usia sampai 7 tahun
b. Periode anak sekolah,
usia 7 sampai 14 tahun
c. Periode pubertas
(remaja), usia 14 sampai 21 tahun
Peralihan antara masa pertama dengan masa kedua
ditandai dengan pergantian gigi. Peralihan antara masa kedua dengan masa ketiga
dengan tumbuhnya bulu-bulu menjelang masa remaja. Pembagian masa perkembangan
menurut pola Aristoteles itu masih dijadikan bahan pemikiran sampai sekarang
dengan alasan-alasan yang berlainan.[5]
2.
Pembagian
Ch. Buhler
Charlote Buhler
,seorang ahli psikologi, dalam bukunya Practische
Kinder Psychologie, 1949, mengemukakan masa perkembangan anak dan pemuda
sebagi berikut :[6]
a.
Masa
pertama, usia sampai 1 tahun
Pada asa ini
anak berlatih mengenal dunia lingkungan dengan berbagai macam gerakan. Pada
waktu lahirnya ia mengalami dunia tersendiri yang tak ada hubungnnya dengan
lingkungannya. Perangsang-perangsang luar hanya sebagian kecil yang dapat
disambutnya, sebagian besar lainnya masih ditolaknya. Pada masa ini terdapa dua
peristiwa yang penting, yaitu belajar berjalan dan berbicara.
b.
Masa
kedua, usia 2 sampai 4 tahun
Keadaan dunia
luar makin dikuasai dan dikenalnya melalui bermain, kemajuan bahasa, dan
pertumbuhan kemauannya. Dunia luar dilihat dan dinilainya menurut keadaan dan
sifat batinnya. Semua binatang dan benda mati disamakan dengan dirinya. Bila ia
berusia 3 tahun ia akan mengalami krisi pertama (Trotzalter I)
c.
Masa
ketiga, usia 5 sampai 8 tahun
Keinginan
bermain berkembang menjadi semangat bekerja. Rasa tanggung jawab terhadap
pekerjaan semakin tinggi. Demikian pula rasa sosialnya semakin tinggi.
Pandangan terhadap dunia sekelilingnya ditinjau dan diterima secara objektif.
d.
Masa
keempat, usia 9 sampai 13 tahun
Keinginan maju
dan memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani sangat subur
pada usia 10 sampai 12 tahun. Kejiwaanya tampak tenang, seakan-akan ia
bersiap-siap untuk menghadapi perubahan yang akan dating. Ketika anak perempuan
berusia 12 sampai 13 tahun, anak laki-laki berusia 13 sampai 14 tahun, mereka
mengalami masa krisis dalam proses perkembangannya. Pada masa ini mulai timbul
kritik terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh pertimbangan,
mengutamakan tenaga sendiri, disertai berbagai pertentangan yang timbul dengan
dunia lingkungan, dan sebagainya.
e.
Masa
kelima, usia 14 sampai 19 tahun
Pada awal masa
pubertas anak keliahtan lebih subjektif. Kemampuan dan kesadaran dirinya terus
meningkat. Hal ini mempengaruhi sifat-sifat dan tingkah-lakunya. Anak dimasa
pubernya selalu merasa gelisah karena mereka sedang mengalami strum und drang (ingin memberontak,
gemar mengeritik, suka menentang dan sebagainya). Pada akhir masa pubertas,
yaitu sekitar usia 17 tahun, anak mulai mencapai perpaduan (sintesis),
keseimbangan antara dirinya sendiri dengan pengaruh dunia lingkungan. Mereka
membentuk pribadi, menerima norma-norma budaya dan kehidupan. Bila kelihatan
gejala-gejala seperti itu, menurut kohnstam, merupakan pertanda bahwa remaja
itu mulai memasuki masa matang.
C.
Teori
Perkembangan
Dewasa ini ada tiga teori atau
pendekatan mengenai
Perkembangan,
yaitu pendekatan-pendekatan kognitif belajar atau lingkungan, dan etologis.
1.
Pendekatan Pengembangan Kognitif
Pendekatan ini didasarkan kepada keyakinan bahwa
kemampuan kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbung tingkah
laku anak. Kunci untuk memahami tingkah laku anak terletak pada pemahaman
bagaimana pengetahuan tersebut terstruktur dalam berbagai aspeknya.
2.
Pendekatan
Belajar Atau Lingkungan
Teori-teori belajar atau lingkungan berakar dari
asumsi bahwa tingkah laku anak diperoleh melalui pengkondisian dan
prinsip-prinsip belajar. Di sini dibedakan antara tingkah laku yang dipelajari
dengan yang temporer (tidak dapat diamati).
Teori lain dari pendekatan ini adalahmodel belajar
sosial. Model ini sangat dipengaruhi oelh pemikian Albert Bandura yang lebih
mengajukan peranan faktor kognitif dari pada analisis tingkah laku. Asumsi
terpentingnya adalah bahwa belajar observasional terjadi ketika tingkah laku
anak berubahh sebagai hasil dari pandangannya terhadap tingkah laku seorang
model seperti orang tua, guru, teman, pahlawan dan bintang film. Hal yang
paling penting dari model adalah mencontoh tingkah laku yang diobservasi atau
mengabstraksinya dalam bentuk yang umum.
3.
Pendekatan
Etologi
Pendekatan ini merupakan studi perkembangan dari
perspektif evolusioner yang didasarkan pada prinsip-prinsip evolusi yang
diajukan pertamanya oleh Charles Darwin. Konsep ini merujuk kepada asal-usul
biologis atau evolusioner tentang tingkah laku sosial. Para etologis sangat
memperhatikan studi tentang penyebab evolusioner terhadap tingkah laku,
walaupun mereka memiliki perhatian terhadap peranan “conditioning” dan prinsip-prinsip belajar terhadap tingkah laku
namun upaya mereka sangat kondentrasikan kepada pemahaman tentang bagaimana
proses bawaan mempengaruhi perkembangan. Proses bawaan ini termasuk mekanisme
genetika yang mentransmisi atau mewariskan karakterisitik fisik dan tingkah
laku dari satu generasi ke generasi, serta mekanisme biologis yang mengontrol
lahirnya pola-pola tingkah laku naluriah.
Lorenz dan Timberger dua orang pendiri gerakan
etologi, mengindentifikasi empat karakterisitik tingkah laku bawaan, yaitu (a)
universal (b) stereotip (3) bukan hasil belajar (4) sangat minim sekali pengauh
lingkungan. Para etologis menggambarkan bagaimana urutan-urutan yang kompleks
dari respon bawaan dipicu oleh stimulasi dalam lingkungan dan bagaimana
mekanisme bawaan seperti “imprinting”
(proses dimana berbagai jenis spesies yang baru lahir membentuk ikatan
emosinonal dengan induknya) mempengaruhi proses belajar.[7]
D.
Karakteristik
Masa Kanak-kanak
Anak-anak menyenangi suatu proses, kalau anak bertanya yang paling
penting bukanlah sebuah jawaban melainnkan proses berbicara itu sendiri atau
pertanyaan itu sendiri. Itu sebabnya anak selalu suka bertanya sekalipun orang
dewasa telah menjawabnya. Minat untuk mengetahui proses terjawabnya suatau
pertanyaan sanat menentukan minat anak untuk belajar lebih jauh tentang hal
baru lainnya.
Kebutuhan dasar anak kebutuhan yaitu anak butuh tentang tujuan yang
dekat. Bagi anak kecil hari ini dan besok lebih penting dari pada minggu depan,
hal ini disebabkan keadaan anak kecil belum memiliki konsep waktu yang jelas.
Anak kecil akan cepat merasa lelah, oleh karena itu guru harus pandai
megalihakan perhatian mereka. Dalam mengerjakan sesuatu ia ingin segera
mencapai tujuannya,jika membuat suatu benda hendakknya diselesaikan pada hari
itu juga. Selain itu ada pula kebutuhan akan sukses adalah proses penilaian
hasil belajar mereka seperti contoh memberi tugas membuat suatu karya kerajinan
tangan atau sejenisnya sebagus atau sejelek apapun karya mereka sebagai guru
hendaknya selalu memuji dan mendukung apa yang telah anak ciptakan karena jika
ia merasa gagal maka ia akan berhenti mencoba, maka sebagai guru hendaknya
memberi motivasi yang lebih baik agar potensi pada diri anak akan terus
berkembang.[8]
BAB
III
HASIL OBSERVASI DAN PEMBAHASAN
A.
Pelakasanan
Kegiatan Observasi
Hari : Jum’at dan Sabtu
Tannggal : 22 dan 23 Mei 2015
Tempat : MI Darussalam Taman
Sidoarjo
Kepala
Sekolah : Aimmatul Aliyah,
S.Pd.I
Wali
kelas : Mochammad
Feriyanto, S.Pd
Guru
Matematika : Miftachul Khoir
B.
Hasil
Observasi
Hari Pertama (Wawancara
bersama Guru Matematika)
Wawancara tentang kesulitan mengajar siswa dalam
pandangan guru.
Narasumber : Bapak Miftakhul Khoir
Mata
pelajaran : Matematika
Pewawancara : Titin Hariati, Yuni Purwanti, Fitrotul
Azizah
Berikut
hasil wawancara yang telah dilakukan :
1. Bagaimana
kesulitan mengajar siswa dari segi penglihatan guru ?
Jawaban
: Saya sering kesulitan dalam
mengkondisikan siswa agar lebih konsentrasi terhadap pelajaran saya, ada
bebarapa siswa yang belum bisa membaca dan terdapat 3 siswa hiperaktif yang
sulit untuk diatur
2. Bagaimana
cara mengatasi kesulitan yang Anda dapatkan ?
Jawaban
: Anak-anak senang dengan permainan jadi
saya membuat permainan untuk menghibur juga dengan tebak-tebakan dan
memadupadankan dengan pembelajaran, lalu untuk beberapa anak yang hiperaktif
saya berusaha memisahkan tempat duduk mereka tidak membaur dengan anak lainnya
agar tidak mempengaruhi teman-temannya
3. Apa
perbedaan yang mencolok antara siswa yang pendiam dan hiperaktif ?
Jawaban
: Anak yan ghiperaktif menurut saya
kurang mampu menguasai pelajaran justru anak yang pendiam lebih memahami
pelajaran serta mendapat nilai bagus
4. Apakah
sekolah memfasilitasi untuk mengatasi masalah siswa misal yang
hiperaktif,terlalu pendiam atau siswa yang tidak bisa membaca?
Jawaban
: Saya rasa tidak ada hal seperti itu
karena jika dalam kelas melakukan hal demikian guru tidak bisa fokus terhadap
semua siswa jadi takut tertinggal untuk siswa lain tetapi saya membantu sebisa
saya meski tidak maksimal
5. Permasalahan
yang dihadapi siswa apakah mengganggu dalam proses belajar mengajar?
Jawaban
: Sangat mengganggu karena siswa yang
hiperaktif tersebut mempengaruhi teman-temannya
6. Bagaimana
hubungan pihak sekolah dengan wali murid apakah diberitahu tentang kesulitan
siswa dalam belajar apa saja ?
Jawaban
: Saya kira hubungan pihak sekolah
sangat minim karena hanya bertemu saat pembagian rapot saja itupun ada wali
murid yang tidak hadir tetapi untuk hasil belajar dan kesulitan siswa tetap
diberitahukan kepada masing-masing wali murid
7. Apa
strategi yang Bapak lakukan untuk mengajar ?
Jawaban
: Karena anak-anak senang terhadap
permainan misal dalam bab bangun ruang saya sering mengajak anak-anak melakukan
permainan tertentu yang berhubungan dnegan bab itu
8. Bagaimana
penggunaan bahasa Bapak dalam mengajar ?
Jawaban
: Saya menggunakan bahasa Indonesia yang
sesuai tapi terkadang saya memakai bahasa jawa untuk mempermudah anak-anak
dalam memmahami penjelasannya
9. Apakah
Anda memakai media khusus untuk menjelaskan atau siswa membawa alat bantu
seperti contoh sempoa ?
Jawaban
: Tidak, pembelajaran yang saya gunakan
dengan menggunakan ceramah dan jarimatik
10.
Apa yang membuat Bapak betah dalam
mengajar ?
Jawaban
: Karena saya memang suka anak-anak
apalagi melihat mereka aktif
11.
Bagaimana menurut Anda apakah sistem
yang digunakan sekolah sudah sesuai untuk anak-anak misal untuk penempatan
jadwal pelajaran ?
Jawaban
: Saya kira sudah sesuai selain
menempatkan jadwal sesuai dengan kondisi guru tapi juga tepat untuk anak-anak
12.
Apakah ada perlakukan khusus dari pihak
sekolah untuk anak dari kalangan tokoh masyarakat sekitar ?
Jawaban
: Saya kira tidak ada karena ada anak
kepala sekolah disini diperlakukan sama dengan murid lainnya
13.
Bagaimana dengan hasil belajarnya dari
siswa perempuan atau laki-laki yang lebih unggul ?
Jawaban
: Dari siswa perempuan
14.
Saat seperti apa Bapak mengalami kondisi
terlalu bingung sehingga seperti ingin menyerah ?
Jawaban
: Saya sering pusing dan seperrti
bingung sendiri saat salah satu siswa yang hiperaktif tersebut mempengaruhi
siswa yang lain jadi semua siswa tidak terkendali
Hari Kedua (Pemberian
Angket kepada Siswa kelas IV)
Dengan pemberian angket,
maka dapat memudahkan peneliti dalam merumuskan berbagai persoalan yang ada
dalam prosses pembelajaran khususnya pembelajaran matematika kelas IV MI
Darussalam Taman.
Bagaimanakah mata
pelajaran matematika menurut anda ?
No
|
Nama Siswa
|
Pendapat
|
|||
Mudah
|
Sangat Mudah
|
Sulit
|
Sangat Sulit
|
||
1.
|
Abdullah
Khowarysmy
|
ü
|
|||
2.
|
Akhmat
Rijal Lillah
|
ü
|
|||
3.
|
Arya
Gemilang H.
|
ü
|
|||
4.
|
Habil
Abdillah
|
ü
|
|||
5.
|
Irfa’
Amirul Haq
|
ü
|
|||
6.
|
Mohammad
Sony S.
|
ü
|
|||
7.
|
M.
Rifky Ardiansyah
|
ü
|
|||
8.
|
M.
Febri Andiliani
|
ü
|
|||
9.
|
M.
Firdaus Adi Mahir P.
|
ü
|
|||
10.
|
Marsihan
Firmansyah
|
ü
|
|||
11.
|
Muhammad
Firnanda
|
ü
|
|||
12.
|
Naila
Izza Erianti
|
ü
|
|||
13.
|
Nurul
Lailatul Mufidah
|
ü
|
|||
14.
|
Nur
Rochmah Mutiara
|
ü
|
|||
15.
|
Putri
Dwi Anggraini
|
ü
|
|||
16.
|
Rahma
Safitriana
|
ü
|
|||
17.
|
Reza
Maulana Ibrahim
|
ü
|
|||
18.
|
Riska
Fatih kamila S
|
ü
|
|||
19.
|
Sachzania
Inka Putri
|
ü
|
|||
20.
|
Wanda
dwi mutiara Hadi
|
ü
|
|||
21.
|
Zayyana
Riyu Nabila
|
ü
|
|||
22.
|
Hesti
Dwi Rahmawati
|
ü
|
|||
23.
|
Ahmad
Mamluq
|
ü
|
|||
24.
|
Arif
Alfian Thoriq
|
ü
|
Keterangan
|
Jumlah
|
Mudah
|
6
|
Sangat
Mudah
|
-
|
Sulit
|
11
|
Sangat
Sulit
|
7
|
Total
|
24
|
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak
akhir yang berlangsung dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun
atau dua belas tahun. Pada masa ini walaupun anak-anak membutuhkan keseimbangan
antara perasaan dan kemampuan dengan kenyataan yang dapat mereka raih, namun
perasaan kegagalan atau ketidakcakapan dapat memaksa mereka berperasaan negatif
terhadap dirinya sendiri, sehingga mengahambat mereka dalam belajar. Walaupun
demikian tetap saja pada masa usia sekolah dasar secara relative anak-anak
lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya.
Berdasarkan pengamatan oleh peneliti,
yang dilakukan berdasarkan hak angket yang diberikan kepada siswa kelas IV MI
Darussalam, dapat dinyatakan bahwa Siswa kelas IV MI Darussalam dominan
mengalami kesulitan pada saat pembelajaran matematika.
Selain siswa, guru pun juga mengalami
berbagai macam kesulitan dalam mengajar matematika. Khususnya bagi siswa yang
belum bisa membaca dan siswa yang hiperaktif, khusus bagi yang hiperaktif guru
kesulitan dalam mengondisikannya karena sedikit besar siswa yang hiperaktif
tersebut akan mempengaruhi siswa yang lain. Sehingga pembelajaran matematika
akan sulit untuk disampaikan. Namun, kesulitan belajar tersebut dapat diatasi
melalui berbagai cara. Hal tersebut berdasarkan penjelasan yang diberikan oleh
Bapak Miftachul Khoir selaku guru matematika kelas IV MI Darussalam.
B.
Saran
Dari hasil penelitian mengenai
kesuliatan belajar matematika kelas IV MI Darussalam Taman tersebut. semoga
dapat menjadi pelajaran bagi guru untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
kesulitan anak dalam belajar matematika.
Selain itu laporan ini juga dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi guru dalam mengatasi berbagai kesuliatan belajar
anak khusunya dalam mata pelajaran matematika.
Laporan ini semoga dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan para pendidik dalam proses belajar mengajar
khususnya bagi siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Syamsu H. LN,
Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2012
Hamalik
Oemar, Psikologi Belajar & Mengajar,
Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010
Zulkifli L, Psikologi
Perkembangan, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2012
Nurjan,Syarifan,
Mukhlisan, dkk, Psikologi Belajar,Surabaya
: Amanah Pustaka, 2009
[7] Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012),hal 10
[8] Dr. Oemar Hamalik, Psikologi
Belajar & Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010), hal 53
Lampiran
I
Kondisi kelas IV MI Darussalam saat kegiatan belajar mengajar
Bersama Wali Kelas IV MI Darussalam dan Guru Matematik
0 komentar:
Post a Comment